Membahas
tentang bentrok antara polisi dan mahasiswa, Makassarlah tempat yang
paling sering terjadi. Hampir setiap ada demonstrasi, bentrok senantiasa
menyertainya. Bahkan kini Makassar lebih populer dengan demonstrasi
bentroknya dibandingkan dengan objek wisata yang dibangga-banggakan
pemerintah kota, seperti Pantai Losari, Benteng Rottherdam, Pulau
Sekitar Makassar dan yang terbaru ‘Trans Studio’. “Sangat memalukan, katanya kaum intelek tapi tidak mampu menunjukkan intektualnya”, “Lebih baik kuliahmko saja bae-bae supaya kau yang ubahki, janganmko teriak-teriak di jalan kayak orang gila”.
Kalimat yang paling sering terdengar di telingaku ketika ada
demonstrasi, panas rasanya hati ini mendengarnya tapi biarlah, ini
resiko dari suatu perbuatan. Bahkan cercaan serta kata-kata kotorpun
terkadang menyertainya. Dari satu sisi, mungkin ini ada benarnya. Tapi
tunggu dulu, itu baru dari satu sisi. Orang hanya menilai apa yang ia
lihat, cepat mengambil kesimpulan akibat dari demonstrasi, seperti macet
dan bentrok. Mereka hanya melihat daun dari sebuah pohon (proses) tapi
tidak melihat akar pohon tersebut, mereka tidak tau penyebab semua ini
terjadi padahal inilah hal yang paling penting untuk diketahui agar bisa
menilai siapa sebenarnya yang patut mengoreksi diri lebih dalam. Apakah
bentrok ini bisa dihindarkan atau tidak ? serta pertanyaan-pertanyaan
lainnya. Tapi memang ini sulit dipahami karena penghuni negeri ini sudah
terbiasa menilai sesuatu dengan langsung berfikir negatif tanpa
menyeimbangkan fikirannya terlebih dahulu.
Bentrok
Mahasiswa versus ‘Robot Negera’ (dibaca polisi nah) beberapa hari yang
lalu, tepatnya pada hari kamis, 9 Desember 2010 dalam rangka peringatan
Hari Anti Korupsi Sedunia. Kebetulan saat itu saya beserta teman-teman
ikut demonstrasi, sebagai perwakilan mahasiswa Fakultas Teknologi
Industri Universitas Muslim Indonesia. Komitmen awal aksi ini
dilaksanakan secara damai tanpa menginginkan ada bentrok seperti apa
yang terjadi. Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi sebagai bentuk
perhatian serta kecintaan kami pada negeri ini, kami ingin mengingatkan
agar negeri ini jauh dari perbuatan yang dapat merugikan penduduk yaitu
KORUPSI. Perbuatan yang membuat laju kemajuan bangsaku terhambat hingga
rakyat kecil harus ‘menderita’ merasakan efeknya.
Saat
itu kami keluar dari kampus sekitar pukul 11.45 dan di depan kampus UMI
sudah ada kawan-kawan dari elemen lain yang sudah memulai aksinya sejak
pagi dengan tujuan yang sama dengan kami, menghilangkan korupsi dari
tanah kelahiran kami. Di depan kampus inilah kami bersatu untuk
berdemonstrasi di depan kantor gubernur sulawesi selatan, kurang lebih
400 meter dari pintu gerbang kampus. Saat tiba, kami memulai aksi di
depan pintu gerbang kantor gubernur dengan berorasi menyampaikan
aspirasi tanpa ada keributan sedikitpun walau di dalam sudah banyak
‘robot’ yang siap mengawal aksi ini yang dilengkapi dengan tameng serta
senjata mereka masing-masing. Selain orasi, aksi ini juga diwarnai
dengan tetrikal dari teman-teman aktivis yang menceritakan tentang
kemampuan gayus menyogok ‘robot’ walau dengan uang Rp.1000 untuk membeli
hukum yang katanya mahal di negeri ini tapi ternyata MURAHJi pale.
Sebelum aksi tetrikal ini berlangsung, demonstran terbatas masuk ke
dalam gerbang kantor gubernur tapi saat tetrikal berlangsung demonstran
mulai bebas masuk ke dalam. Setelah tetrikal berlangsung, aksi
dilanjutkan dengan orasi dan beberapa orang kawan mulai mencari tahu
keberadaan gubernur di dalam kantor. Kawan-kawan diterima oleh salah
seorang pegawai yang mengaku sebagai perwakilan dari dalam kantor walau
tanpa kapasitas yang jelas dan ia HANYA seorang. Inilah benih dari
masalah, mahasiswa datang dengan orang-orang yang jelas tapi ternyata
diterima oleh orang yang tidak jelas, bicara saja gemetaran, jelas ini
menimbulkan suatu ketidakseimbangan. Kami ingin bertemu Gubernur Sul-Sel
syahrul yasin limpo tapi malah diterima oleh dia yang tau nomor
handphone gubernurpun tidak. Toh kalau gubernur tidak ada, seharusnya
yang menemui kami ialah kepala biro humas pemprov sulsel agar penjelasan
mengenai keberadaan gubernur tidak simpang siur. Tapi kan tidak, malah
beberapa dari kami disuruh masuk untuk mencari ajudan gubernur, kenapa
tidak ajudannya saja yang langsung menemui kami. Kami minta yang keluar
adalah kepala dinas tapi katanya tidak ada kepala dinas yang datang,
mereka semua pada kemana..??? Takut ya sama mahasiswa, kami bukan
‘robot’ yang selalu siap menerkan dilengkapi dengan senjata canggih
serta tameng. Kami hanya rakyat biasa yang bersenjatan pulpen dan kertas
(batu kalau lagi bentrok). Kalian adalah pelayan rakyat, bukan kami
pelayan kalian. Kalau tidak mau jadi pelayan, copot saja itu baju
dinasmu.
Inilah awalnya, kami datang dengan niat yang baik tapi kedatangan kami tidak ditanggapi dengan baik. Disini pula kita bisa mengambil pelajaran bahwa gubernur tidak tau diri, sudah tau Hari Anti Korupsi pasti ada demo ke kantornya dan kalau demo ke kantornya pasti mau ketemu sama dia tapi malah memilih tidak ke kantor yang seharusnya menjadi tempat nongkrongnya. Kalau mau pemilihan alias lagi kampanye, dia yang temui rakyat walau rakyat tidak mau, tapi ketika sudah menjabat rakyat datang untuk bertemu ehhh malah dia yang menghindar. Jangan jadi pejabat kalau tidak mau dikritik ato dalam bahasa kami “didemo” boss. Kejadian seperti ini sudah terjadi berulang kali, seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena alasannya gubernur tidak ada di kantor, maka kami mengambil keputusan untuk berkomunikasi dengan dia lewat handphone tapi ternyata tidak ada yang tau nomor hp gubernur termasuk staf yang tadi. Suatu hal yang sangat memilukan, bawahan tidak punya nomor hp pimpinannya atau jangan-jangan pimpinan memang tidak pernah berkomunikasi dengan bawahannya, entah yang mana yang benar.
Inilah awalnya, kami datang dengan niat yang baik tapi kedatangan kami tidak ditanggapi dengan baik. Disini pula kita bisa mengambil pelajaran bahwa gubernur tidak tau diri, sudah tau Hari Anti Korupsi pasti ada demo ke kantornya dan kalau demo ke kantornya pasti mau ketemu sama dia tapi malah memilih tidak ke kantor yang seharusnya menjadi tempat nongkrongnya. Kalau mau pemilihan alias lagi kampanye, dia yang temui rakyat walau rakyat tidak mau, tapi ketika sudah menjabat rakyat datang untuk bertemu ehhh malah dia yang menghindar. Jangan jadi pejabat kalau tidak mau dikritik ato dalam bahasa kami “didemo” boss. Kejadian seperti ini sudah terjadi berulang kali, seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena alasannya gubernur tidak ada di kantor, maka kami mengambil keputusan untuk berkomunikasi dengan dia lewat handphone tapi ternyata tidak ada yang tau nomor hp gubernur termasuk staf yang tadi. Suatu hal yang sangat memilukan, bawahan tidak punya nomor hp pimpinannya atau jangan-jangan pimpinan memang tidak pernah berkomunikasi dengan bawahannya, entah yang mana yang benar.
Padahal
aksi kami akan diakhiri jika kami sudah berkomunikasi dengan gubernur
walau hanya lewat handphone. Lobi yang kami laksanakan untuk
berkomunikasi dengan gubernur berlangsung kurang lebih 1,5 jam, waktu
yang sangat lama. Dan kelamaan inilah yang membuat sebagian kawan-kawan
tidak sabar lagi karena merasa dipermainkan oleh para abdi negara ini
dan memang kenyataannya seperti itu kan. Kami dijadikan bola yang
ditendang kesana-kemari tanpa arah yang jelas. Tapi teman-teman yang
lain tetap berusaha menenangkan dan tetap berusaha mencari jalan tengah
agar kami dapat berkomunikasi dengan gubernur serta menghindari
terjadinya bentrok.
Di
tengah-tengah aksipun, kami berkomunikasi pada pihak ‘robot’ yang
diwakili salah seorang dengan pangkat yang cukup tinggi ‘tiga balok di
pundaknya’. Dia sadar bahwa kalau sebentar terjadi bentrok, kita ini
(mahasiswa dan ‘robot’) hanya menjadi korban dari pemerintah yang cuek
dengan kedatangan rakyatnya. Dengan kesadaran ini saya berharap bahwa
jika nantinya ada benih-benih konflik dia mampu bertindak kepada
anggotanya untuk menahan diri agar benih itu tidak meluas menjadi
bentrok seperti yang terjadi kemarin. Tapi ternyata sangat jauh dari
harapan. Bentrok ini dimulai dengan dua kali gesekan antara ‘robot dan
mahasiswa, tapi walau dengan gesekan yang sedikit bentrokanpun akhirnya
pecah karena kedua belah pihak tidak mampu menahan diri. Pimpinan
‘robot’ itu harusnya mampu menahan para anggotanya karena mereka didik
untuk satu komando, satu visi dan misi dalam bertindak untuk tidak
meladeni para mahasiswa yang jauh lebih sulit dikontrol daripada para
bawahan robot itu sendiri. ‘Robot’ sudah dilengkapi dengan tameng, jadi
kenapa mesti mengeluarkan senjata dulu. Cukup bertahan terlebih dahulu
dengan tamengmu, biar kami menenangkan teman-teman agar bisa menahan
lemparannya lalu kira berkoordinasi agar tidak terjadi bentrok tapi
ternyata tidak. Di tengah-tengah kami menenangkan teman-teman, ‘robot’
malah melepaskan tembakannya kearah kami sehingga lebih memancing
teman-teman yang lain untuk lebih beringas sehingga terjadilah bentrok
yang berkepanjangan.
Bentrok
yang awalnya hanya terjadi di dalam gerbang kantor akhirnya melebar ke
jalan, ‘robot’ membuat formasi ‘4-4-2’nya dengan menutup seluruh jalan
di depan kantor gubernur yang membuat jalan macet total alias tidak
dapat dilalui oleh masyarakat. Bahkan masyarakat sipilpun terpaksa harus
merasakan perihnya tembakan gas air mata para ‘robot’, maka kamipun
menyarankan kepada pengendara untuk menutup rapat kaca mobilnya agar
bisa terhindar dari rasa perih di mata dan kulit itu. Jalanpun macet,
kami menahan para pengguna jalan untuk tidak melintas agar terhindar
dari efek tembakan tapi ternyata masyarakat tetap bersikukuh untuk lewat
sehingga kami membiarkan meraka lewat dengan harapan robot mau membuka
jalan untuk mereka. Akan tetapi tidak, ketika masyarakat yang
menggunakan motor mulai mendekat. ‘Robot’ malah melepaskan tembakan gas
air matanya ke depan sehingga merekapun jadi korban, bahkan ada salah
satu pengendara dengan usia yang cukup tua terpaksa harus kami siram
mukanya dengan air ‘maaf’ got karena tidak mampu menahan perihnya efek
tembakan itu, untung saja air yang mengalir tidak sekeruh
kemarin-kemarin karena baru saja hujan turun. Lama-kelamaan, ‘robot’
mampu memaksa mahasiswa masuk ke dalam kampus dengan tembakan peluru
karet, gas air mata serta water canonx yang hanya bisa dibalas dengan
lemparan batu oleh para mahasiswa. Ada suatu tindakan yang sangat
memilukan di hati kami, karena para ‘robot’ mengarahkan tembakannya ke
mesjid kampus yang saat itu dipenuhi oleh mahasiswi serta jama’ah yang
sedang melaksanakan shalat asar berjamaah sehingga para jamaahpun harus
menahan perih di matanya dan kehilangan rasa khusuk dalam shalatnya.
Imam pun memperingtkan kepada para robot untuk tidak mengarahkan
senjatanya ke mesjid tapi tidak diindahkan oleh para robot, mereka tetap
menembak hingga salah satu gas air matanya meledak tepat di jendela
mesjid. Begitu banyak gas air mata serta peluru karet yang dihempaskan
oleh mereka. Kamipun bertanya, ‘Robot’ punya agama tidak, orang lagi
shalatpun harus jadi korban..??? Pantas banyak yang jadi buaya, mafia
hukum, koruptor. Saat itu pula ada seorang kakek yang berusia sekitar
70-an yang menjadi korban, kami pun memapahnya ke bawah masjid untuk
dilakukan perawatan.
Selain
itu, bentrokan inipun juga melibatkan masyarakat sipil yang telah
terprovokasi oleh ‘robot’ untuk melawan mahasiswa. ‘Robot’pun
membubarkan formasi 4-4-2nya lalu membiarkan warga yang terprovakasi itu
untuk maju ke depan melawan mahasiswa, Bukannya menjadi pengaman tapi
malah jadi provokator untuk memperkeruh suasana. Pada bentrokan ini
pula, banyak teman kami yang mengalami luka sehingga harus dioperasi.
Serta ada juga yang ditangkap oleh para ‘robot’, penangkapan inipun
diwarnai dengan penyiksaan kepada teman kami yang tidak hanya dilakukan
oleh para ‘robot’ negara tapi juga oleh robot pemprov (baca ; SatPol PP)
dan pegawai kantor pemprov. Ketika kami datang untuk bicara baik-baik,
hanya satu orang pegawai yang menemui kami tapi ketika terjadi bentrok
baru banyak yang keluar dari kandangnya. Dasar penakut + pengecut…‼!
Hanya tau beradu otot tapi tidak mampu beradu otak, pantas sistem
pemerintahan negeri ini bobrok abdinya kebanyakan pakai otot, padahal
seharusnya pakai otak. Gimana sih..‼!
Dari sini kita bisa mengambil banyak pelajaran berharga agar kejadian
ini tidak kembali terjadi untuk kesekian kalinya. Kesalahan bukan cuma
datang dari satu pihak, tapi datang dari semua pihak. Mahasiswa tidak
mampu mengontrol dirinya untuk dalam bertindak, begitupun dengan ‘robot’
yang tidak mampu bertahan/menahan diri walau sudah dibantu dengan alat
pertahanan diri alias tameng. Dan paling harus mengintropeksi diri ialah
akar dari semua ini yaitu pihak pemerintah alias Gubernur Sulawesi
Selatan syahrul yasin limpo beserta para kaki tangannya, semua ini bisa
tidak terjadi jikalau ia mampu mengontrol sejak awal. Coba temui
mahasiswa, temui rakyatmu. Kalau sudah tau akan ada demo jangan malah
keluyuran di tempat lain, peringatan hari anti korupsi PASTI diwarnai
demo jadi kamu harus prepare sejak awal untuk melayani kami agar ini
tidak terjadi lagi. Jangan Cuma mau menemui rakyat ketika kau mau dipuji
tapi temui mereka juga ketika kamu mau dikritik. Mana Siri’ Na
Pacce’Mu…‼!
Semoga ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, Mahasiswa,
Polisi dan Pemerintah. Jangan sampai ini terulang terus-menerus. Insya
Allah, Allah senantiasa membimbing kita ke jalan yang lurus. Kita liat
bagaimana tahun depan. Mohon maaf kalau ada yang tidak menyenangkan di
hati, tapi inilah realita yang terjadi di lapangan.
“Ya
Allah… Berikanlah petunjuk para pemimpin kami sehingga hatinya lunak
untuk mendengarkan dan mengimplementasikan aspirasi mahasiswa,
suara-suara rakyat yang tertindas karena ulahnya”. Amieennnnnnn…‼
Perjuangan Kami Tak Akan Pernah Padam..
UntukMu NegeriKu, UntukMu Bangsa yang Kucintai… INDONESIA
HIDUP RAKYAT…
HIDUP MAHASISWA… ALLAHU AKBARRR
MARI BERSIHKAN NEGERI INI DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME..‼!
Baccarat Rules | Play for Fun | Wolverione
BalasHapusThe rules and game rules are explained in detail at the Wolverione online casino. Read our beginners 바카라 사이트 추천 guide to learn how to play online and win money from your