Amat banyak ayat Al-Quran dan hadis Nabi Saw. yang berbicara tentang
kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada lelaki maupun
perempuan, di antaranya, "Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim (dan
Muslimah)" (HR Al-Thabarani melalui Ibnu Mas'ud)
Para perempuan di zaman Nabi Saw. menyadari benar kewajiban ini, sehingga
mereka memohon kepada Nabi agar beliau bersedia menyisihkan waktu tertentu dan
khusus untuk mereka agar dapat menuntut ilmu pengetahuan. Permohonan ini tentu saja
dikabulkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Al-Quran memberikan pujian kepada ulul albab, yang berzikir dan
memikirkan kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran menyangkut hal tersebut
mengantarkan manusia mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Mereka yang dinamai ulul
albab tidak terbatas pada kaum lelaki saja, melainkan juga kaum perempuan. Hal
ini terbukti dari lanjutan ayat di atas, yang menguraikan tentang sifat-sifat ulul
albab, Al-Quran menegaskan bahwa:
"Maka Tuhan mereka mengabulkan permohonan mereka dengan berfirman,
"Sesunggahnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal
di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan." (QS Ali 'Imran [3]: 195) .
Ini berarti bahwa kaum perempuan dapat berpikir, mempelajari, dan
kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati setelah berzikir kepada Allah serta
apa yang mereka ketahui dari alam raya ini.
Pengetahuan tentang alam raya tentunya berkaitan dengan berbagai disiplin
ilmu, sehingga dari ayat ini dapat dipahami bahwa perempuan bebas untuk
mempelajari apa saja, sesuai dengan keinginan dan kecenderungan masing-masing. Sejarah
membuktikan bahwa banyak wanita yang sangat menonjol pengetahuannya dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan, sehingga menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki.
Istri Nabi, Aisyah r.a., adalah salah seorang yang mempunyai pengetahuan
sangat dalam serta termasyhur pula sebagai seorang kritikus, sampai-sampai ada
ungkapan terkenal yang dinisbahkan oleh sementara ulama sebagai pernyataan Nabi
Muhammad Saw.: Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al-Humaira, (yakni
Aisyah).
Demikian juga As-Sayyidah Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi
Thalib. Kemudian, Al-Syaikhah Syuhrah yang bergelar "Fakhr Al-Nisa',
(Kebanggaan Perempuan) adalah salah seorang guru Imam Syafi'i, tokoh mazhab
yang pandangan-pandangannya menjadi anutan banyak umat Islam di seluruh dunia.
Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Beberapa wanita lain mempunyai kedudukan ilmiah yang sangat terhormat,
misalnya Al-Khansa' dan Rabi'ah Al-Adawiyah.
Rasulullah Saw. tidak membatasi kewajiban belajar hanya kepada
perempuan-perempuan merdeka (yang memiliki status sosial tinggi), tetapi juga para
budak belian dan mereka yang bersatus sosial rendah. Karena itu sejarah mencatat
sekian banyak perempuan yang tadinya budak belian kemudian mencapai tingkat
pendidikan yang sangat tinggi.
Al-Muqari dalam bukunya Nafhu Ath-Thib, sebagaimana dikutip oleh Dr.
Abdul Wahid Wafi, memberitakan bahwa Ibnu Al-Mutharraf, seorang pakar bahasa pada
masanya, pernah mengajarkan seorang perempuan liku-liku bahasa Arab. Sehingga
sang wanita pada akhirnya memiliki kemampuan yang melebihi gurunya sendiri, khususnya
dalam bidang puisi, sampai ia dikenal dengan nama Al-'Arudhiyat karena keahliannya
dalam bidang ini.
Harus diakui hahwa pembidangan ilmu pada masa awal Islam belum
sebanyak dan seluas sekarang ini. Namun Islam tidak membedakan satu disiplin
ilmu dengan disiplin ilmu lainnya, sehingga seandainya mereka yang disebut namanya
di atas hidup pada masa kini, tidak mustahil mereka akan tekun pula mempelajari
disiplin-disiplin ilmu yang berkembang dewasa ini.
Dalam hal ini Syaikh Muhammad Abduh menulis: Kalaulah kewajiban
perempuan mempelajari hukum-hukum akidah kelihatannya amat terbatas, sesungguhnya
kewajiban mereka untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan rumah, pendidikan
anak, dan sebagainya, merupakan persoalan-persoalan duniawi (dan yang berbeda
sesuai dengan perbedaan waktu, tempat, dan kondisi) jauh lebih banyak daripada
soal-soal akidah atau keagamaan.
Demikianlah sekilas menyangkut hak dan kewajiban perempuan dalam
bidang pendidikan. Kalau demikian halnya, mengapa timbul pandangan yang
membatasi wanita untuk belajar? Sekali lagi, salah satu penyebabnya adalah ayat
waqarna fi buyutikunna yang dikemukakan di atas.
"QS"