Berbicara mengenai kedudukan wanita, mengantarkan kita agar terlebih
dahulu mendudukkan pandangan Al-Quran tentang asal kejadian perempuan. Dalam
hal ini, salah satu ayat yang dapat diangkat adalah firman Allah dalam surat
Al-Hujurat ayat 13, "Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan
kamu (terdiri) dan lelaki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu adalah yang paling bertakwa."
Ayat ini berbicara tentang asal kejadian manusia – dan seorang lelaki
dan perempuan - sekaligus berbicara tentang kemuliaan manusia - baik lelaki maupun
perempuan – yang dasar kemuliaannya bukan keturunan, suku, atau jenis kelamin,
tetapi ketakwaan kepada Allah Swt. Memang, secara tegas dapat dikatakan bahwa perempuan
dalam pandangan Al-Quran mempunyai kedudukan terhormat.
Dalam hal ini Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, menulis dalam
bukunya Min Tawjihat Al-Islam bahwa,
"Tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir dapat (dikatakan)
sama. Allah telah menganugerahkan kepada perempuan- sebagaimana menganugerahkan
kepada lelaki - potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab, dan
menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang
bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hukum-hukum syariat pun meletakkan keduanya
dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin,
melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian,
dapat menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, serta
menuntut dan menyaksikan."
Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang
asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam surat An-Nisa, ayat 1:
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari nafs yang satu (sama), dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan
dari keduanya Allah memperkembang-biakkan lelaki dan perempuan yang
banyak."
Beberapa pakar tafsir seperti Muhammad 'Abduh, dalam tafsir Al-Manar,
tidak berpendapat demikian; begitu juga rekannya Al-Qasimi, Mereka memahami
arti nafs dalam arti "jenis." Namun demikian, paling tidak pendapat yang
dikemukakan pertama itu, seperti yang ditulis Tim Penerjemah Al-Quran yang diterbitkan
oleh Departemen Agama. adalah pendapat mayoritas ulama.
Dari pandangan yang berpendapat bahwa nafs adalah Adam, dipahami pula
bahwa kata zaujaha, yang arti harfiahnya adalah "pasangannya,"
mengacu kepada istri Adam, yaitu Hawa.
Agaknya karena ayat diatas menerangkan bahwa pasangan tersebut diciptakan
dari nafs yang berarti Adam, para penafsir terdahulu memahami bahwa istri Adam (perempuan)
diciptakan dari Adam sendiri. Pandangan ini, kemudian melahirkan pandangan negatif
terhadap perempuan, dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian dari
lelaki. Tanpa lelaki, perempuan tidak akan ada. Al-Qurthubi, misalnya, menekankan
bahwa istri Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang bengkok,
dan karena itu "wanita bersifat 'auja' (bengkok atau tidak lurus)."
Kitab-kitab tafsir terdahulu hampir sepakat mengartikannya demikian-
Pandangan ini agaknya bersumber dari sebuah hadis yang menyatakan: "Saling
pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan
dari tulang rusuk yang bengkok... (HR At-Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Hadis diatas dipahami oleh ulama-ulama terdahulu secara harfiah.
Namun tidak sedikit ulama kontemporer memahaminya secara metafora, bahkan ada yang
menolak kesahihan (kebenaran) hadis tersebut.
Yang memahami secara metafora berpendapat bahwa hadis diatas memperingatkan
para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, karena ada sifat, karakter,
dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki - hal mana bila tidak disadari
akan dapat mengantarkan kaum lelaki bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan
mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya
akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Ath-Thabathaba'i dalam tafsirnya menulis, bahwa ayat diatas menegaskan
bahwa "perempuan (istri Adam) diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam,
dan ayat tersebut sedikit pun tidak mendukung paham sementara mufasir yang
beranggapan bahwa perempuan diciptakan dari tulung rusuk Adam. Kita dapat
berkata, bahwa tidak ada satu petunjuk yang pasti dari ayat Al-Quran yang dapat
mengantarkan kita untuk menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang
rusuk, atau bahwa unsur penciptaannya berbeda dengan lelaki. Ide ini, seperti ditulis
Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar-nya, timbul dan ide yang termaktub dalam Perjanjian
Lama (Kejadian II: 21-22) yang menyatakan bahwa ketika Adam tidur lelap, maka diambil
oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupkannya pula tempat itu dengan daging.
Maka dari tulang yang telah dikeluarkan dan Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan.
"Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam
Kitab Perjanjian Lama seperti redaksi diatas, niscaya pendapat yang menyatakan
bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah akan terlintas
dalam benak seorang Muslim," demikian Rasyid Ridha- (Tafsir Al-Manar IV:
330)
Bahkan kita dapat berkata bahwa sekian banyak teks keagamaan mendukung
pendapat yang menekankan persamaan unsur kejadian Adam dan Hawa, dan persamaan
kedudukannya, antara lain surat Al-Isra' ayat 70,
"Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan (untuk memudahkan mereka mencari kehidupan). Kami
beri mereka rezeki yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempuma atas kebanyakan makhluk-makhluk yang Kami ciptakan."
Tentu, kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan, Demikian
pula penghorrnatan Tuhan yang diberikan-Nya itu mencakup anak-anak Adam
seluruhnya, baik perempuan maupun lelaki. Pemahaman ini dipertegas oleh surat
Ali-Imran ayat 195 yang menyatakan, "Sebagian kamu adalah bagian dari
sebagian yang lain ..."
Ini dalam arti bahwa sebagian kamu (hai umat manusia yang berjenis lelaki)
berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang lain
(hai umat manusia yang berjenis perempuan) demikian juga halnya. Kedua jeni kelamin
ini sama-sama manusia, dan tidak ada perbedaan diantara mereka dari segi asal kejadian
serta kemanusiaannya.
Dengan konsiderans ini, Tuhan menegaskan bahwa: Sesungguhnya
Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal, baik lelaki maupun
perempuan (QS Ali 'Imran [3]: 195)
Ayat ini dan semacamnya adalah usaha Al-Quran untuk mengikis habis segala
pandangan yang membedakan lelaki dengan perempuan, khususnya dalam bidang kemanusiaan.
Dalam konteks pembicaraan tentang asal kejadian ini, sementara ulama
menyinggung bahwa seandainya bukan karena Hawa, niscaya kita tetap akan berada
di surga. Disini sekali lagi ditemukan semacam upaya mempersalahkan perempuan.
Pandangan semacam itu jelas sekali keliru, bukan saja karena sejak
semula Allah telah menyampaikan rencana-Nya untuk menugaskan manusia sebagai khalifah
di bumi (QS 2: 30), tetapi juga karena dari ayat-ayat Al-Quran ditemukan bahwa godaan
dan rayuan Iblis itu tidak hanya tertuju kepada perempuan (Hawa) tetapi juga
kepada lelaki. Ayat-ayat yang membicarakan godaan, rayuan setan, serta
ketergelinciran Adam dan Hawa diungkapkan dalam bentuk kata yang menunjukkan kesamaan
keduanya tanpa perbedaan, seperti, Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada
keduanya... (QS, Al-A'raf [7]: 20).
Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dan surga itu, dan keduanya dikeluarkan
dari keadaan yang mereka (nikmati) sebelumnya... (QS Al-Baqarah [2]: 36).
Kalaupun ada ayat yang membicarakan godaan atau rayuan setan berbentuk
tunggal, maka ayat itu justru menunjuk kepada kaum lelaki (Adam), yang bertindak
sebagai pemimpin terhadap istrinya, seperti dalam firman Allah,
Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam), dan
berkata, "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan
kerajaan yang tidak akan punah?" (QS Thaha [20]: 120).
Demikian terlihat Al-Quran mendudukkan perempuan
pada tempat yang sewajarnya, serta meluruskan segala pandangan salah dan keliru
yang berkaitan dengan kedudukan dan asal kejadian kaum perempuan.
"QS"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar